All for Jesus Christ

All for Jesus Christ

Selasa, 25 Februari 2014

Rahasia Isi Kotak Sepatu

Henry dan Marta sudah menikah lebih dari 40 tahun, tentu sudah banyak kejadian yang terjadi di dalam hidup mereka berumah tangga. Ada saat-saat bahagia, walau ada juga saat susah. Kini mereka sudah renta, Henry 72 tahun dan Marta 68 tahun. Namun mereka tetap bersama.

Di dalam hidup berumah tangga, keduanya tidak pernah menyimpan rahasia, kecuali sebuah kotak sepatu yang disimpan Marta di lemari pakaiannya. Marta berpesan kepada suaminya untuk tidak sekali-kali membukanya atau bahkan menanyakan tentang barang itu kepadanya dan suaminya menghormati hal tersebut.

Suatu hari, Marta sakit keras. Berbagai upaya telah dilakukan Henry dan anak-anak mereka untuk menyembuhkan Marta tapi tidak berhasil. Dokter sudah angkat tangan dengan penyakit Marta, karena usianya, tidak mungkin bagi dokter melakukan tindakan medis seperti kepada penderita lain pada umumnya.

"Tolong ambilkan kotak sepatu di lemari pakaianku." ujar Marta saat berbaring di tempat tidur, yang berkata lirih kepada suaminya. Henry segera beranjak dari tempat duduknya dan mengambil kotak sepatu itu lalu memberikannya pada istrinya. Marta mungkin merasa inilah saatnya untuk membuka rahasia di dalam kotak sepatu itu.

"Bukalah." kata Marta lagi kepada suaminya. Perlahan-lahan Henry membuka penutup kotak itu dan mendapati ada dua boneka rajut dan setumpuk uang senilai hampir sepuluh juta rupiah. Henry bingung apa artinya dan dia pun menanyakan hal tersebut kepada istrinya.



"Ketika kita menikah, ada sebuah rahasia perkawinan yang dituturkan nenekku. Dia berpesan bahwa jangan sekali-kali membentak atau berteriak pada suamimu. Nenek bilang jika suatu saat saya marah padamu, saya harus tetap diam dan merajut sebuah boneka." ujar Marta bercerita.

Mendengar hal itu, Henry melihat kembali kehidupan mereka. Memang benar, ada saat-saat dimana Marta terlihat begitu marah namun tak pernah satu katapun yang keluar dari mulutnya. Henry terdiam mendengarnya dan dia pun tahu bahwa itu tak mudah bagi istrinya. Karenanya Henry sangat menghargai usaha Marta dan membuat air matanya mengucur diam-diam.

"Sayang, lalu bagaimana dengan uang sepuluh juta ini?" tanya Henry pada Marta. "Darimana engkau mendapatkan uang sebanyak ini?" tanyanya lagi.

"Oh, itu adalah uang hasil penjualan dari boneka-boneka yang pernah saya buat." jawab Marta kepada Henry.

Seringkali kita secara sengaja ataupun tidak, berusaha melukai pasangan dengan kata-kata ataupun sikap kita. Tidak hanya kepada pasangan, mungkin kepada orangtua, teman, teman kerja, ataupun orang-orang yang kita kasihi. Sebelum kemarahan itu menghanguskan, marilah kita mulai belajar untuk tetap diam dan merajut hati kita dengan kesabaran.

Pengkhotbah 7:8

"Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati."



Sabtu, 22 Februari 2014

Kisah Seorang Anak yang Buta Tuli


Alkisah ada seorang anak yang hidup berbahagia bersama dengan kedua orang tua yang begitu mencintai dan menyayangi-nya. Pada suatu hari, dalam perjalanan berlibur, mereka mengalami sebuah kecelakaan yang cukup dahsyat. Kecelakaan ini menyebabkan sang ibu meninggal dan sang anak tidak sadarkan diri. Sang ayah sungguh terpukul dan menyesali hal tersebut. Setelah beberapa bulan penantian, sang anak pun tersadar dari koma-nya, akan tetapi sang anak menjadi buta tuli.  Si ayah dengan sedih, hanya bisa memeluk erat anaknya, karena ia tahu hanya sentuhan dan pelukan yang bisa anaknya rasakan. Dan sang ayah berjanji untuk menyertai sang anak setiap saat.


Pada suatu hari yang panas, sang anak meminta kepada sang ayah untuk diperbolehkan membeli es krim. Mengetahui keadaan sang anak yang sedang demam tinggi dan mengkonsumsi es krim hanya akan memperburuk keadaan sang anak, sang ayah hanya dapat diam mendengar rengekan sang anak karena tidak ada yang dapat diperbuat sang ayah meskipun sang ayah sangat ingin mengutarakan kepada sang anak alasan mengapa sang ayah tidak memberikan apa yang sang anak minta saat itu.

Pada suatu hari yang dingin, ketika sedang berjalan-jalan dengan sang ayah, sang anak berjalan mendekati sebuah tempat yang hangat. Mengetahui hal tersebut, sang ayah dengan sigap menarik sang anak dengan begitu kuatnya sehingga sang anak jatuh dan terluka. Sang anak pun menangis. Melihat sang anak menangis, sang ayah hanya dapat memeluk-nya tanpa bisa memberitahu bahwa sang ayah melakukan hal tersebut karena tempat hangat yang dituju sang anak sungguh berbahaya bagi sang anak, yaitu sebuah gedung yang sedang terbakar hebat.

Pada suatu hari yang cerah, sang ayah mengambil liontin dari kalung yang dikenakan sang anak dan membuang-nya. Sang anak sangat marah kepada sang ayah karena liontin tersebut adalah liontin kesayangan-nya yang diberikan oleh sang ibu sewaktu sang anak berulang tahun. Sang ayah hanya dapat diam tanpa bisa memberikan penjelasan kepada sang anak bahwa sang ayah melakukan hal tersebut karena tidak menginginkan sang anak terluka karenanya. Ingin rasanya sang ayah menjelaskan bahwa liontin tersebut sudah berkarat dan bagian tajamnya dapat setiap saat melukai sang anak, namun apa daya si anak tidak dapat mendengar.



Saat-saat paling bahagia si ayah adalah saat dia mendengar anaknya mengutarakan perasaannya, isi hatinya. Saat anaknya mendiamkan dia, dia merasa tersiksa, namun ia senantiasa berada disamping anaknya, setia menjaganya. Dia hanya bisa berdoa dan berharap, kalau suatu saat Tuhan boleh memberi mujizat. Setiap hari jam 4 pagi, dia bangun untuk mendoakan kesembuhan anaknya. Setiap hari.

Beberapa tahun berlalu. Di suatu pagi yang cerah, sayup-sayup bunyi kicauan burung membangunkan si anak. Ternyata pendengarannya pulih! Anak itu berteriak kegirangan, sampai mengejutkan si ayah yg tertidur di sampingnya. Kemudian disusul oleh pengelihatannya. Ternyata Tuhan telah mengabulkan doa sang ayah. Melihat rambut ayahnya yang telah memutih dan tangan sang ayah yg telah mengeras penuh luka, si anak memeluk erat sang ayah, sambil berkata. “Ayah, terima kasih ya, selama ini engkau telah setia menjagaku.”

Sahabat Tuhan, sering kali kita tidak memahami rencana dan kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Kita hanya tahu tentang apa yang kita inginkan, namun kita tidak memahami bahwa sesungguhnya Tuhan lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Jika kondisi kita seperti sang anak yang kerap kali kecewa dengan kenyataan yang ada, jangan pernah lupa bahwa Kasih Bapa itu cukuplah bagi kita. Kasih Bapa yang tidak pernah meninggalkan kita. Kasih Bapa yang setia bersama kita. Kasih Bapa yang menjadi penghiburan buat kita. Kasih Bapa yang tidak berakhir. Bukankah itu cukup bagi kita untuk menghadapi apapun yang terjadi dalam hidup ini ? 




Jumat, 21 Februari 2014

Tetaplah Bersyukur

Nina adalah seorang gadis yang baik hati. Dia memiliki seorang tetangga yang tinggal sendirian bernama Nenek Tuti. Karena merasa kasihan pada Nenek Tuti yang kesepian, Nina membawakannya sepotong kue buatannya sebagai kejutan. Ketika kali pertama Nenek Tuti menerimanya, Nenek Tuti sangat terharu dan berterima kasih. 

Melihat nenek Tuti suka, seminggu kemudian Nina kembali membawa kue yang sama. “Terima kasih,” jawab nenek singkat.

Namun setelah sebulan lewat, Nina yang biasanya membawakan kue setiap hari Sabtu, baru sempat membawanya pada hari Minggu. Karena itu, Nenek Tuti mengambil kue dari Nina dengan muka yang marah lalu menutup pintu depan rumahnya di depan muka Nina tanpa mengucapkan terima kasih sama sekali.

Minggu selanjutnya, karena sangat sibuk, Nina tidak sempat membuat kue. Dan ketika ia berangkat kerja dan melewati rumah si nenek, nenek Tuti keluar dan berteriak, “Hei Nina, mana kue nenek?" 



Tentu kita merasa bahwa Nenek Tuti dalam cerita di atas itu sangat konyol. Bila kue yang diterimanya itu gratis, mengapa dia harus marah bila Nina terlambat mengantarkannya? Karena kue itu sejak semula pun bukan hak Nenek Tuti, melainkan bentuk belas kasihan dari Nina kepada Nenek Tuti. 

Sadarkah kita, bahwa kita pun sering seperti nenek itu melakukan hal yang sama kepada Tuhan dan sesama. Karena kita selalu menerima sinar matahari pagi setiap hari, nafas kehidupan setiap hari, langit yang biru setiap hari, maka kita berpikir bahwa hal-hal kecil semacam itu tidak perlu disyukuri lagi karena kita menganggap memang sudah seharusnya seperti itu. Padahal, semuanya itu adalah anugerah semata-mata dan bukanlah hak kita sama sekali.

Terkadang saat orang lain sering berbuat baik kepada kita, maka kita menganggap bahwa itu adalah sebuah keharusan padahal itu adalah salah satu anugerah yang sebenarnya bukan hak kita untuk mendapatkannya. Sehingga ketika suatu saat orang lain terlambat atau tidak memberkati kita seperti sebelum-sebelumnya, maka kita menjadi marah dan menganggap orang lain jahat.

Saat kita melihat berkat yang sama setiap hari, kita tidak akan memperhatikannya lagi. Ketika tidak lagi memperhatikan, kita berhenti menghargai. Ketika tidak menghargai, kita berhenti bersyukur. Ketika kita tidak bersyukur, kita mulai mengeluh.

Tuhan mengajarkan kita untuk bersyukur setiap waktu. Ya, karena tanpa bersyukur kita tidak akan dapat melihat keajaiban di dalam setiap hal yang ada di sekitar kita. Bahkan hal yang paling kecil dan sederhana sekalipun. Yesus memulai mukjizat-Nya lewat ucapan syukur kepada Allah Bapa. Bahkan Yesus pun masih tetap mengucapkan syukur kepada Allah Bapa. 

Ada 86.400 detik dalam sehari. Sudahkah kita mengucap syukur kepada Tuhan hari ini ?




Minggu, 22 Desember 2013

Semangkuk Bakmi

Mendung tampak di langit senja. Seakan pertanda hujan segera tiba. Saat itu, Anne bertengkar hebat dengan ibunya. Penuh amarah yang membuncah, akhirnya Anne meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Dalam perjalanannya, ia baru menyadari sama sekali tdk membawa uang. 

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai dan mencium harumnya aroma masakan sang pedagang bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkuk, tetapi tak sepeser uang pun di kantongnya.

Pemilik kedai melihat Anne berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?" 

"Ya, tetapi, aku tidak membawa uang," jawab Anne dengan malu-malu

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai. "Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".


Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Anne segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.. 

"Ada apa nona?" tanya si pemilik kedai.

"Tidak apa-apa. Aku hanya terharu," jawab Anne sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi. Tetapi ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah," ucapan Anne disertai sedu-sedan sambil meneruskan curahan hatinya, "Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri." 

Pemilik kedai setelah mendengar perkataan Anne menarik nafas panjang...
"Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini... Aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan, kau malah bertengkar dengannya."

Anne terhenyak mendengar hal tersebut. "Mengapa aku tdk berpikir tentang itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan, hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya. 

Anne segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya. 

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Anne, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Anne, kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang". 

Pada saat itu Anne tidak dapat menahan tangisnya. Ia langsung bersimpuh penuh air mata di hadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat (keluarga) khususnya orang tua, adakah kita senantiasa berterimakasih dan mengingat segala kebaikan mereka lebih dari segala kekurangan mereka ? Benar bahwa tidak ada orang tua yang sempurna. Tetapi kasih orang tua yang telah kita peroleh sejak kita lahir itu adalah sebuah anugerah Tuhan yang patut kita syukuri senantiasa. 

Sabtu, 14 September 2013

Ayah, Anak dan Keledai

Ada seorang ayah dan anaknya yang sedang berjalan menarik keledai milik mereka. Mereka berniat untuk menjual keledai ini di kota. Saat awal perjalanan dari rumah menuju kota, sang ayah dan anak berjalan kaki sambil menuntun keledainya. Sampai tak berapa lama, ada orang yang berkata kepada ayah dan anak ini, “Kalian bodoh sekali, kalian berdua menuntun keledai yang seharusnya bisa mengangkut salah satu dari kalian!”

Mendengar orang berkata seperti itu, sang ayah menyuruh sang anak duduk di atas keledai tersebut. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Tak lama mereka berjalan, mereka berpapasan dengan satu orang lagi. Orang tersebut tiba-tiba berkata, “Dasar anak tidak berbakti! Orangtua yang sudah tua disuruh berjalan kaki, sementara dia sendiri malah enak-enakan duduk santai di atas keledai!”

Mendengar komentar seperti itu, sang ayah dan anak pun segera berganti posisi. Sekarang sang ayah yang duduk di atas keledai dan sang anak yang berjalan kaki menuntun keledai. Tak berapa lama kemudian, kembali mereka berpapasan dengan orang lain di jalan. Orang tersebut berkomentar, “Dasar orangtua tidak sayang anak! Anak sudah terlihat kelelahan berjalan, bukannya disuruh duduk di atas keledai malah dirinya sendiri yang enak-enakan duduk di atas keledai!”


Segera setelah mendengar komentar tersebut, sang ayah menyuruh anaknya ikut naik menunggang keledai. Sehingga sekarang sang ayah dan anak tersebut sama-sama duduk menunggangi keledai. Kembali setelah tak lama berjalan, terdengar komentar dari orang lain, “Kalian lihat keledai yang malang tersebut. Bagaimana kalian bisa membiarkan keledai tersebut mengangkut kalian berdua. Kalian berdua mungkin lebih mudah mengangkat keledai ini daripada keledai ini mengangkut kalian berdua!”

Akhirnya sang ayah memutuskan untuk mengikat kaki keledai mereka di sebuah tongkat panjang, kemudian sang ayah dan anak memanggul keledai tersebut di pundak mereka. Semakin dekat mereka berjalan menuju kota, semakin banyak orang yang merasa aneh melihat pemandangan seekor keledai dipanggul oleh ayah dan anak ini. Banyak orang mulai penasaran dan mulai berbondong-bondong datang berdiri melihat dari dekat ayah dan anak ini. Karena banyak orang di sekeliling, keledai menjadi takut dan mulai meronta-ronta. Saat mereka melewati jembatan, keledai ini meronta dengan sangat hebat dan akhirnya terlepas dari ikatannya, lalu terjatuh ke sungai dan mati tenggelam.

Pesan moral :

1. Kita tidak dapat mengontrol apa yang dipikirkan orang lain. Juga tidak dapat mengontrol apa yang dikatakan orang lain. Namun kita bisa mengatur sikap kita sendiri. Tidak semua yang dikatakan orang itu 100% benar. Karena manusia hanya bisa melihat sisi luar tanpa bisa melihat sampai ke dalam hati. Hanya Tuhanlah yang sanggup melihat sampai kedalaman hati. Karena itu, dengarkanlah kata hati nuranimu sendiri. Jika yang dikatakan orang lain itu benar, perbaikilah. Tetapi jika apa yang dikatakan orang lain itu tidak benar, maka tidak perlu dirisaukan. Apalagi jika yang berbicara bukan orang yang mengenal kita secara pribadi. Bukankah lebih penting bagaimana Tuhan memandang kita daripada penilaian manusia terhadap kita ? Bukankah Tuhan jauh lebih mengenal kita dari siapapun juga ?

2. Kita tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang karena begitu banyaknya perbedaan di antara satu pribadi dan pribadi lainnya. Bagi seseorang mungkin senang, tapi bagi yang lainnya mungkin merasa tidak suka. Jika kita berusaha untuk menyenangkan semua orang, maka itu merupakan awal kegagalan kita. Karena tujuan hidup kita bukan untuk menyenangkan semua orang tetapi untuk menyenangkan sang Pencipta. Ketika Tuhan Yesus melayani di dunia, tidak semua orang menyukaiNya. Ada yang menuduh dia mengusir setan dengan kuasa roh jahat. Ada yang suka memberiiNya pertanyaan untuk menjatuhkanNya. Ada juga yang suka memperhatikan kegiatanNya bersama murid-murid, untuk mencari-cari, siapa tahu saja bisa mempersalahkan Dia di hadapan umat Israel. Namun Tuhan Yesus tidak dipengaruhi dengan perasaan orang-orang yang tidak menyukaiNya. Ia tetap menjalankan perintah Bapa di Surga dan tetap taat hingga mati di atas kayu salib. Siapakah kita ini ? Kalau Guru kita pernah ditolak, dihina, dicela, kita pun pasti akan mengalaminya. Itu bukan hal yang menyedihkan. Justru itulah hal yang menggembirakan karena kita mendapat kesempatan untuk mengambil bagian dari penderitaan yang tidak seharusnya kita tanggung, yakni penderitaan yang bukan karena kesalahan kita. Dan Tuhan selalu menyediakan reward bagi kita saat kita telah melewati satu persatu hal yang seperti itu dengan reaksi yang positif.

3. Pepatah berkata, sejahat-jahatnya seseorang, selalu masih ada orang yang membela. Sebaliknya, sebaik-baiknya seseorang tetap ada orang yang tidak menyukainya. Itulah kenyataan hidup ini. Tanggapan-tanggapan negatif dari orang-orang terhadap apa yang kita lakukan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi kita untuk belajar berbesar hati dan berlapang dada untuk memaafkan. Tanpa hal-hal seperti itu, kita tidak bisa belajar menjadi dewasa. Dan jika hanya karena perkataan manusia, kita kemudian mundur dari Tuhan, bagaimana kita bisa bertumbuh ? Justru sebaliknya kita harus maju dengan sikap yang positif dan tetap konsisten sampai akhirnya semua yang negatif itu lenyap terdorong arus positif.

4. Kerugian dialami sang ayah dan anak karena keledainya mati tenggelam. Dan kerugian akan kita alami pula jika kita terlalu merisaukan perkataan orang. Ingatlah bahwa apapun yang kita perbuat, orang-orang tetap akan membicarakannya secara positif maupun negatif. Jika kita terus memusingkan tanggapan orang, kita tidak akan pernah bisa mengerjakan sesuatu dan menghasilkan sesuatu. Bahkan kita akan kehilangan kesempatan yang berharga, kehilangan waktu, dll.

Keep Smile. 

Tetap Semangat.

Tuhan memberkati kita semua.