All for Jesus Christ

All for Jesus Christ

Sabtu, 26 Mei 2012

Bunga Sang Kaisar



Pada suatu waktu, di Cina, hiduplah seorang pria muda, bernama Chang. Ia cerdas dan tulus. Lebih dari segalanya, ia mencintai bunga. Tak ada yang lebih menyenangkannya daripada melihat bunga Lilac, Lili dan Peony, ketika mereka mekar di musim semi.

Di musim dingin, ia menanti-nantikan munculnya bunga Narcissus yang indah. Ia tidak bisa memilih sebuah bunga favorit, karena ia menyukai bunga Morning Glory dan Evening Glory, bunga Delima, bunga Peach, dan bunga Teratai yang mengapung di kolam. Ia menikmati bunga Mawar yang wangi, Seruni yang kokoh, dan Dahlia yang menakjubkan.

Chang mengagumi kaisar, karena ia pernah mendengar bahwa kaisar juga mencintai bunga dan mengawasi kebun indah di taman istana. Sekarang kaisar sudah lanjut usia. Ia tidak mempunyai putera, sehingga ia tidak mempunyai calon penggantinya. Selama bertahun-tahun ia memikirkan cara memilih seorang pria yang bisa diangkat sebagai kaisar berikutnya.

Kemudian, suatu hari di awal musim semi, ketika ia berjalan-jalan di tamannya, ia mendapat gagasan yang sangat bagus. Hari berikutnya, kaisar mengumumkan pada semua pria muda di negeri itu, bahwa di akhir Minggu ia akan memberikan biji-bijian, kepada siapapun yang ingin menanam bunga. Kaisar mengatakan, “Siapapun yang menumbuhkan bunga terindah, yang dibawa ke hadapanku akan menjadi penggantiku.”

Ketika Chang mendengar berita itu, ia mengisi sebuah pot biru terang dengan lumut dan kompos, tanah subur dan pasir. Puas bahwa tanahnya subur dan lembab, ia membawanya ke istana. Di sana ia berdiri di dalam antrian bersama ratusan orang lain. Setiap pria muda memegang sebuah pot: ada yang besar, kecil, bulat dan tinggi.

Setiap orang menerima sebuah biji dari tangan kaisar sendiri. Chang menekan biji itu ke dalam tanah di pot, dan dengan berhati-hati menutupnya dengan kain tipis, untuk menjaganya agar tetap hangat. Kemudian ia bergegas pulang.

Di rumah, Chang memelihara biji dari kaisar itu dengan pengabdian yang sama, seperti yang ia berikan ke semua tanamannya. Ia berhati-hati untuk tidak memberi terlalu banyak atau terlalu sedikit air. Pada saat yang tepat ia memberi pupuk, dan sangat berhati-hati dalam melindunginya dari serangga, debu dan jamur, seperti pada semua tanaman lainnya.

Berbulan-bulan berlalu, tanaman lainnya telah menembus tanah dan mulai tumbuh. Tetapi Chang kecewa, karena tak ada tunas yang tumbuh di pot birunya. “Ini aneh,” katanya, “Mungkin biji ini tidak membutuhkan banyak matahari.” Jadi, ia memindahkan pot itu ke ruangan lain, tetapi juga tidak terjadi apapun. “Mungkin ruangan ini terlalu dingin,” katanya, dan ia memindahkan pot birunya ke ruangan yang lebih hangat. Masih juga tak terjadi apapun.

Waktu untuk menghadap Kaisar sudah mendekat, dan pot biru Chang masih kosong. Setiap kali memandanginya, ia dipenuhi rasa putus asa. “Apa yang salah?” pikirnya. Ia mengunjungi setiap ahli perkebunan yang ia kenal, dan kepada setiap orang menceritakan kisah bijinya.

Mereka semua menggelengkan kepala. Tak ada yang tahu di mana letak kesalahannya. Beberapa orang mengatakan bahwa jelas ia tidak dimaksudkan untuk menjadi kaisar. Beberapa orang lainnya mengatakan ia harus menambah tanah atau menambah air, atau mengurangi pupuk. Beberapa orang lain mengatakan untuk melupakan keinginannya menjadi kaisar. Tetapi orang tua Chang mendengarkan kekhawatiran anaknya dan hanya tersenyum.

“Jangan khawatir, Nak. Kamu sudah melakukan hal terbaik,” kata ayahnya dengan bijak, “hanya itu yang dapat kau lakukan.” “Tetapi aku telah gagal,” keluh Chang ketika memandangi tanah kosong di potnya, “Sudah waktunya untuk menemui kaisar, dan aku sudah mengecewakannya.”

“Katakan saja apa yang telah terjadi,” kata ayahnya, “kewajibanmu hanyalah mengatakan kebenaran.”

Pada hari yang telah ditentukan beberapa waktu kemudian, dengan hati putus asa karena kecewa, Chan berjalan ke istana. Ketika tiba, air matanya mengalir, karena di depannya, lautan pria muda berdiri, masing-masing memegang bunga yang lebih indah dari pada orang di depannya. Bunga-bunga anggrek yang anggun, bunga Lili yang halus, bunga Peony yang berwarna-warni. Pemiliknya memeganginya dengan bangga. “Lihat punyaku!” teriak mereka sambil memegangi tanamannya tinggi-tinggi, ketika kaisar berjalan melewati kerumunan. Ia mengangguk senang sambil berlalu, memperhatikan bunga Bell, bunga Forget-me-not, bunga Foxglove, bunga dari setiap warna pelangi.

Chang belum pernah melihat pemandangan yang begitu indah, dan kesedihannya menguap untuk sementara waktu, ketika ia menghirup aroma bunga-bungaan dan mengagumi ukuran dan bentuk bervariasi dari bunga-bunga itu.

Akhirnya kaisar sampai juga di hadapan Chang. Chang membungkukkan kepalanya. “Di mana bungamu, pria muda?” tanya kaisar. Chang melihat cahaya di mata kaisar yang membuatnya terkejut.

“Baginda, hamba telah mengecewakan Baginda,” katanya dengan sedih. “Hamba telah merawat biji yang Baginda berikan. Tetapi seperti Baginda lihat, hamba tak mampu menumbuhkan bunga untuk Baginda. Hamba berharap Baginda memaafkan hamba,” ucap Chang penuh kesedihan.

Tetapi wajah Kaisar bersinar dengan senyum yang lebih cerah, dari pada semua bunga yang ada di sekelilingnya. “Kamulah penggantiku,” kata kaisar menggenggam tangan Chang.

“Tetapi, Baginda, hamba adalah satu-satunya orang yang gagal,” Kaisar menggelengkan kepalanya. “Sebaliknya,” jelasnya, “kamu tahu, aku telah merebus biji-biji ini sebelum aku membagikannya. Tidak satupun dari biji-biji itu yang akan tumbuh. Tetapi semua orang muda lain begitu menginginkan kedudukanku sehingga mereka hanya ingin menyenangkan aku, dengan keindahan bunga mereka, dan dengan demikian mereka berharap mendapatkan tahtaku. Mereka tidak peduli pada kejujuran, pada kebenaran. Hanya kamu yang telah membuktikan bahwa kamu adalah pemimpin yang layak!” Dan begitulah, pria muda dengan pot kosong itu menjadi pengganti Kaisar Cina.

Pesan Moral : 

Kejujuran adalah BAB PERTAMA dalam 'buku kebijaksanaan'. ~ Thomas Jefferson ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar