All for Jesus Christ

All for Jesus Christ

Selasa, 31 Januari 2012

Inti Semua Kebijaksanaan

Konon, ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menulis semua kebijaksanaan dunia ini. Mereka segera mengerjakannya dan empat puluh tahun kemudian, mereka telah menghasilkan ribuan buku berisi kebijaksanaan. Raja itu, yang pada saat itu telah mencapai usia enam puluh tahun, berkata kepada mereka, “Saya tidak mungkin dapat membaca ribuan buku. Ringkaslah dasar-dasar semua kebijaksanaan itu.”


Setelah sepuluh tahun bekerja, para mahaguru itu berhasil meringkas seluruh kebijaksanaan dunia dalam seratus jilid.
“Itu masih terlalu banyak,” kata sang raja. “Saya telah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah.


Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi dan memeras semua kebijaksanaan di dunia ini ke dalam hanya satu buku.
Tapi pada waktu itu raja berbaring di tempat tidur kematiannya.
Maka pemimpin kelompok mahaguru itu memeras lagi kebijaksanaan-kebijaksanaan itu ke dalam hanya satu pernyataan, “Manusia hidup, lalu menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang tetap bertahan adalah KASIH.”

Cukup Itu Berapa ?


Ada sebuah cerita, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib. Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya.


Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata “cukup”.


Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubuk mungilnya untuk disimpan di sana.

Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata “cukup”. Kapankah kita bisa berkata cukup ? Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih di bawah target. Istri mengeluh suaminya kurang perhatian. Suami berpendapat istrinya kurang pengertian. Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati. Semua merasa kurang dan kurang. Kapankah kita bisa berkata cukup?


Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya. Cukup adalah persoalan kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.


Tak perlu takut berkata cukup. Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.

“Cukup” jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan. Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.

Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.

Belajarlah untuk berkata “CUKUP”

Rabu, 25 Januari 2012

Tukang Becak Penyumbang Ratusan Juta

Tak perlu menggembar-gemborkan sudah berapa banyak kita menyumbang orang karena mungkin belum sepadan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bai Fang Li. Kebanyakan dari kita menyumbang kalau sudah kelebihan uang. Jika hidup pas-pasan keinginan menyumbang hampir tak ada.


Bai Fang Li berbeda. Ia menjalani hidup sebagai tukang becak. Hidupnya sederhana karena memang hanya tukang becak. Namun semangatnya tinggi. Pergi pagi pulang malam mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya. Ia tinggal di gubuk sederhana di Tianjin, China.

Ia hampir tak pernah beli makanan karena makanan ia dapatkan dengan cara memulung. Begitupun pakaiannya. Apakah hasil membecaknya tak cukup untuk membeli makanan dan pakaian? Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun ia lebih memilih menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu.



Tersentuh

Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya.

Namun yang membuat Bai Fang Li heran, si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya. Ketika ia tanya, ternyata si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan. Ia gunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah di mana.

Bai Fang Li yang berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya tersentuh. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh.Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.

Tak Menuntut Apapun


Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya. Pada tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk. Saat itu ia membawa sumbangan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000.


Dengan uang sumbangan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru. 

Bai Fang Li ketika sakit
Melihat semangatnya untuk menyumbang, Bai Fang Li memang orang yang luar biasa. Ia hidup tanpa pamrih dengan menolong anak-anak yang tak beruntung. Meski hidup dari mengayuh becak (jika diukur jarak mengayuh becaknya sama dengan 18 kali keliling bumi), ia punya kepedulian yang tinggi yang tak terperikan.



Hanya Petani

Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Kota Besar sedang bepergian naik pesawat dari Surabaya ke Jakarta. Di sampingnya duduk seorang Ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.


”Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta ?” tanya si pemuda. “Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore menengok anak saya yang kedua,” jawab Ibu itu.

”Wouw… hebat sekali putra Ibu,” pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.


Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya. ”Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putera yang kedua ya, Bu ?? Bagaimana dengan kakak atau adik-adiknya ??”


”Oh ya tentu ” si Ibu bercerita : ”Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat kerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ketujuh menjadi Dosen di Semarang.”


Pemuda tadi diam, hebat Ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh. ”Terus bagaimana dengan anak pertama Ibu ?” Sambil menghela napas panjang, Ibu itu menjawab, ”Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja, Nak. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”


Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya, Bu….. tampaknya Ibu agak kecewa ya dengan anak pertama Ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani ?” 


Apa jawab sang Ibu?

Saudara ingin tahu apa jawabannya ?






AJAIB..., dengan tersenyum Ibu itu menjawab,

”Ooo… tidak, tidak begitu nak… Justru saya SANGAT BANGGA dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”



Today's lesson :

Everybody in the world is a important person.

Open your eyes.... your heart.... your mind.... your point of view because we can't make summary before read "the book" completely.

The wise person says... 
"The more important thing is not WHO YOU ARE, But WHAT YOU HAVE BEEN DONE."


Semua orang di dunia ini penting. 
Buka matamu, pikiranmu, hatimu, dan cara pandangmu.
Intinya adalah kita tidak bisa membuat kesimpulan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai.

Orang bijaksana berkata... Hal yang lebih penting bukanlah siapa dirimu tetapi apa yang telah kau perbuat bagi sesamamu...

Nasib Baik atau Nasib Buruk ?

Dahulu kala, ada seorang petani miskin memiliki seekor kuda putih yang sangat cantik dan gagah. Suatu hari, seorang saudagar kaya ingin membeli kuda itu dan menawarkan harga yang sangat tinggi. Sayang si petani miskin itu tidak menjualnya. Teman-temannya menyayangkan dan mengejek dia karena tidak menjual kudanya itu. 



Keesokan harinya, kuda itu hilang dari kandangnya. Maka teman-temannya berkata, "Waduh! Sungguh jelek nasibmu, padahal kalau kemarin kamu jual, kamu sudah jadi orang kaya lho. Sekarang kudamu sudah hilang." Si petani miskin hanya diam saja.
Beberapa hari kemudian, kuda si petani kembali bersama 5 ekor kuda lainnya. Lalu teman-temannya berkata, "Wah beruntung sekali nasibmu! Ternyata kudamu membawa keberuntungan ya.." Si petani hanya diam saja.

Beberapa hari kemudian, anak si petani yang sedang melatih kuda-kuda baru mereka terjatuh dan kakinya patah. Teman-temannya berkata, "Ah, rupanya kuda-kuda itu membawa sial. Lihat tuh, sekarang kaki anakmu patah!" Si petani tetap diam tanpa komentar.

Seminggu kemudian, terjadi peperangan di wilayah itu. Semua anak muda di desa dipaksa untuk berperang, kecuali si anak petani karena dia belum bisa berjalan. Teman-temannya mendatangi si petani sambil menangis, "Beruntung sekali nasibmu karena anakmu tidak ikut berperang. Anak-anak kami harus ikut perang."

Si petani kemudian berkomentar, "Sebaiknya kita tidak terlalu cepat membuat kesimpulan dengan mengatakan nasib baik atau jelek. Semuanya adalah suatu rangkaian proses. Syukuri dan terima keadaan yang terjadi saat ini. Apa yang kelihatan baik hari ini, belum tentu baik untuk hari esok. Apa yang buruk hari ini, belum tentu buruk untuk hari esok. Jadilah bijaksana hari ini!"

Minggu, 01 Januari 2012

Renungan Akhir Tahun 2011


Saat-saat menjelang pergantian tahun...

Adakah yang Saudara sesali ?
Jangan sesali apa yang sudah berlalu...
Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan penyesalan...
Karena tidak ada hal yang perlu disesali selain dosa yang pernah diperbuat...
Bahkan penyesalanpun tak ada artinya jika tidak ada langkah pertobatan...
Menata diri lebih baik untuk tahun depan adalah kemajuan terbesar yang dapat kita usahakan. 
Dan semua itu hanya dapat terjadi jika kita berani mengevaluasi diri sendiri...
Cukuplah sudah kebiasaan mencari kambing hitam serta bermain dibalik alasan2 yang kita buat untuk pembenaran diri...
Kita perlu jujur pada diri sendiri sebelum kita mampu jujur pada orang lain...
Apakah yang telah kita perbuat sepanjang tahun ini ?
Mari renungkan sejenak... Baik atau buruk... Terimalah kenyataan itu....
Jika baik, ditingkatkan... Jika buruk, mari kita ubah...
Yang menjadi masalah... Seringkali orang menganggap apa yang diperbuatnya sudah baik... Namun tidak demikian dalam pandangan orang lain... Karena itu kita tidak dapat menghindar dari kenyataan ini... Bahwa sesungguhnya dalam hidup kita masih banyak sekali kekurangan2 yang perlu kita benahi... Walau kita telah berusaha melakukan yang terbaik dengan niat yang tulus sekalipun... terkadang masih ada saja orang yang memberi penilaian buruk terhadap kita... Apalagi jika kita kurang berusaha dengan sungguh2...

Tahun 2011 akan segera berlalu....
Begitu banyak hal yang telah terjadi sepanjang tahun ini... 
Peristiwa demi peristiwa... Baik ataupun buruk...
Semua harus kita syukuri karena telah menjadi pelajaran yang berharga untuk bekal hidup kita di kemudian hari...

Begitu pula hubungan dengan sesama...
Mungkin tidak selamanya berjalan sesuai dengan harapan kita...
Ada kalanya kita mungkin dibohongi, dicurangi, diperlakukan tidak adil, diejek, dimanfaatkan atau disakiti orang lain... Semua itu adalah hal yang biasa dalam hidup ini...
Yang terpenting, bagaimana kita dapat belajar mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita dan membalas semua itu dengan berkat dan doa kita... Maka damai sejahtera akan semakin melimpah dalam hidup kita....
Jadi lepaskanlah pengampunan bagi mereka...
Dan jangan lupa untuk memaafkan diri sendiri...
Serta berjanjilah pada dirimu sendiri bahwa tahun depan...
Hidupmu akan lebih baik lagi... 
Karaktermu akan menjadi lebih baik... 
Ibadahmu akan lebih sungguh2... 
Dan hidupmu akan memberikan dampak positif bagi lingkungan di sekitarmu... 
Orang2 yang berada di dekatmu akan meniru gaya hidupmu yang positif dan mereka akan menjadi lebih baik karena engkau telah menjadi garam dan terang bagi mereka... 
Maka semua itu akan membawa kemuliaan bagi Nama Tuhan... 
Haleluyah... Terpujilah Tuhan Yesus...

Happy New Year 2012.